Mengapa MLM diharamkan dalam Islam?

Mengapa MLM diharamkan dalam Islam?
Image

MLM adalah sebuah industry yang sudah cukup lama berkembang di Indonesia, setidaknya pada era 1990-an di Indonesia sudah ada beberapa perusahaan MLM. Dan pada tahun 2009 DSN MUI telah mengelurakan fatwa tentang MLM Syariah.   Pembahasan mengenai fatwa ini sudah saya tulis dalam tulisan di website ini dengan judul “ Fatwa MUI Mengenai MLM”,   selain itu saya juga telah menulis sebelumnya sebuah artikel mengenai MLM di website ini juga dengan judul : MLM dalam Tinjauan Syariat Islam.

Untuk mendukung dua tulisan tersebut saya juga sudah menulis artikel dengan judul Maysir dalam berbisnis  yang sebenarnya artikel ketiga ini adalah cuplikan dari artikel saya yang belum saya publikasikan di website ini dengan jhudul Unsur-usur yang diharamkan dalam berbisnis. Mudah-mudahan tulisan mengenai MLM yang ke empat di website ini dapat menambah manfaat untuk teman-temang yang memerlukan, khsususnya para member K-Link Indonesia.

 

Ada sejumlah kalangan yang mengatakan bahwa MLM adalah haram dengan berbagai argumentasi antara lain :

  1. 1.Di dalam MLM terdapat bai’atain fii bai’atin.

Dalam hadits disebutkan bahwa rasulullah saw melarang (bai’atain fii bai’atin), artinya dua jual beli dalam satu jual beli, hadits yg di maksud itu adalah :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: «نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ» وَفِي البَابِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، وَابْنِ عُمَرَ، وَابْنِ مَسْعُودٍ: «حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ»[1]

Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw melarang dua jual beli dalam satu jual beli. Dalam hal ini terdapat juga riwayat dari Abdullah bi Amr, Ibnu mar dan Ibnu Mas’ud. Hadits Riwayat Abu Hurairah adalah hadits hasan sohih.

Pendapat yg mengatakan bahwa MLM haram karena di dalamnya terdapat bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh rasulullah, yakni para pelaku/ member MLM selain berperan sebagai penjual mereka juga berperan sebagai agen atau calo yang menjalankan fungsi akad samsarah. Hukum akad samsarah (percaloan) sebenarnya diperbolehkan dalam Islam,asalkan tidak ada kebohongan, percaloan adalah mirip dengan wakalah (mewakilkan), seorang penjual mewakilkan kepada og lain untuk mencari calon pembeli atau sebaliknya, yang menjadi masalah menurut pendapat yang mengharamkan MLM adalah peran gandanya itu. Di mana pelaku MLM selain mendapatkan bonus atas prestasi penjualan dirinya, dia juga mendapatkan prestasi atas penjualan orang lain, ini berarti ada dua akad dalam satu akad.

Jawaban :

Yang dimaksud dengan bai’atain fii bai’atin dalam hadits tersebut, bukanlah seperti yang ada di MLM, Wallahu a’lam yang dimaksud bai’atain fii bai’atin adalah seperti yg dijelaskan oleh para Ulama, seperti Ustadz Ahmad Syakir dkk dalam penjelasan atau ta’liq hadits di atas mengatakan :

قَالُوا: بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ أَنْ يَقُولَ: أَبِيعُكَ هَذَا الثَّوْبَ بِنَقْدٍ بِعَشَرَةٍ، وَبِنَسِيئَةٍ بِعِشْرِينَ، وَلَا يُفَارِقُهُ عَلَى أَحَدِ البَيْعَيْنِ، فَإِذَا فَارَقَهُ عَلَى أَحَدِهِمَا فَلَا بَأْسَ إِذَا كَانَتِ العُقْدَةُ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمَا ” قَالَ الشَّافِعِيُّ: ” وَمِنْ مَعْنَى نَهْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ أَنْ يَقُولَ: أَبِيعَكَ دَارِي هَذِهِ بِكَذَا عَلَى أَنْ تَبِيعَنِي غُلَامَكَ بِكَذَا، فَإِذَا وَجَبَ لِي غُلَامُكَ وَجَبَ لَكَ دَارِي.

Ulama menjelaskan bahwa bai’atain fii bai’atin adalah seperti : Seorang (penjual) berkata saya jual pakaian ini dengan harga 10 secara tunai, dan dengan harga 20 secara tempo/ non tunai. Apabila ketika keduanya (penjual dan pembeli) berpisah dan sudah diputuskan salah satunya (harga yang yg mana yg dipilih dalam akad) maka tidak apa-apa (boleh).

Imam Syafii berkata, dan di antara makna   bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh nabi adalah : seseorang berkata : “aku menjual rumahku ini dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu dengan harga sekian. Kalau kamu jual budakmu maka aku jual rumahku. (kalau kamu tidak menjualnya , maka aku juga tidak menjualnya).[2]

Jadi yang dimkasud dengan bai’atain fii bai’atin bukanlah sebuah produk bisnis yang di dalamnya terjadi tadaakhulul ‘uqud, atau adanya beberapa akad dalam suatu produk bisnis kontemporer. Sebagaimana telah saya jelaskan, Kaidah dari para Ulama mengatakan bahwa pada dasarnya muamalat itu adalah boleh kecuali jika ada dalil yang melarangnya. Berinovasi dalam berbisnis adalah halal, dan tadakhulul uqud atau inovasi suatu produk bisnis yang melibatkan beberapa akad adalah mubah. Jika inovasi bisnis semacam ini dilarang, dan itu yang dimaksud dengan bai’atain fii bai’atin maka hampir semua produk perbankan syariah adalah haram. Contohnya adalah Pembiayaan Rumah atau yang dikenal dalam perbankan konvensioanl dengan istilah KPR atau (Kredit Pemilikan Rumah);

Dalam KPR, selain akad murabahah sebagai akad dasarnya, yakni akad di mana bank membeli dari developer lalu menjual dengan me-mark-up harga kepada nasabah, (terjadi dua transaksi jual beli) bank juga meminta jaminan kepada nasabah yg menggunakan akad Rahn, yaitu nasabah me-rahn-kan sertifikat rumahnya, bahkan nasabah juga menjalankan akad wakalah, di mana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk menjualkan barang jaminan jika nasabah tidak mampu melunasi hutangnya. Jadi dalam produk KPR Perbankan Syariah, minimal terdapat 3 akad yaitu Murabahah sebagai induknya, dilengkapi dengan akad rahn dan wakalah.

Contoh lain adalah, dalam perbankan syariah adalah produk yang dikenal dengan gadai emas. Dalam produk ini setidaknya terdapat 3 akad, yaitu akad Qardl atau hutang piutang, rahn atau gadai dan Ijarah atau sewa. Dalam produk gadai emas, bank memberikan piutang kepada nasabah dan nasabah wajib membayar hutangnya sejumlah uang yang diterimanya, (akad qardl), untuk jaminan kepercayaan nasabah maka nasabah menggadaikan emasnya (akad rahn). Dan agar perbankan tetap mendapatkan benefit atas transaksi dari produk gadai ini, maka bank mengenakan bea sewa atas jasa penyimpanan & penjagaan keamanan emas milik nasabah yang dilakukan oleh bank (akad ijarah).

Contoh ketiga adalah; Dalam penghimpunan dana, di dalam perbankan syariah terdapat produk tabungan yang menggunakan akad wadiah yad dlamanah (titipan dana nasabah kepada bank yang dijamin keamanannya) di mana nasabah menitipkan uangnya kepada bank dan bank menjamin akan mengembalikan titipan tersebut kapan saja nasabah menginginkan untuk mengambil titipannya.   Dalam tabungan tersebut bank juga menawarkan fasilitas lain seperti kartu ATM, dengan fasilitas tambahan ini maka bank mengenakan bea administrasi dengan akad ijarah.

Inilah beberapa cotoh adanya dua akad dalam satu produk yang para ulama telah memperbolehkannya. Saya kira terlalu naïf jika kita harus berbeda pendapat dengan para ulama yang telah memfatwakan halalnya produk-produk bisnis kontemporer dalam perbankan syariah.

 

Untuk diketahui pula, di dalam industry MLM yang sebenarnya, seseorang tidak diwajibkan untuk menjadi penjual, karena seorang member diperbolehkan untuk menjadi konsumen saja, Dengan menjadi member dia akan mendapatkan harga yang lebih murah, bagi member   yang tidak mau menjadi penjual   dan tidak mau merekrut anggota baru, maka dia tidak mendapatkan bonus. Secara logika, yang tidak bekerja maka tidak berhak mendapatkan upah. Kalau seseorang member mau menjadi penjual maka dia akan mendapatkan keuntungan dari penjualannya ,kalau dia menjadi penjual dan mau merekrut orang lain agar menjadi member, maka dia berhak mendapatkan bonus penjualan yang dilakukan oleh dia sendiri maupun bonus merekrut dengan akad ijarah. Hanya saja untuk mengantisipasi money game yang menggunakan kedok MLM, di mana money game akan memberikan bonus atas hasil perekrutan dan tidak menjual produk apapun, maka bonus atas perekrutan ini diatur dengan ketat bahkan hampir tidak dibenarkan oleh peraturan menteri perdagangan, hal ini merupakan tindakan preventif, meskipun menurut saya memberikan bonus atas jasa perekrutan secara fiqh adalah halal, karena itu merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang member. Sesuatu yang pada awalnya halal karena untuk saddud dzari’ah (preventif) atas terjadinya hal yang diharamakan dalam money game maka boleh dilarang sama sekali

Dalam Peraturan menteri Perdagangan RI Nomer : 13/M-DAG/PER/3/2006 Tentang ketentuan dan cara Penerbitan SIUPL (SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG)   Bab I, Pasal I ayat 11 disebutkan :

Jaringan Pemasaran Terlarang adalah kegiatan usaha dengan nama atau istilah apapun dimana keikutsertaan Mitra Usaha berdasarkan pertimbangan adanya peluang untuk memperoleh imbalan yang berasal atau didapatkan terutama dari hasil partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra usaha tersebut, dan bukan dari hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa.

Adanya dua akad dalam satu produk bisnis atau kegiatan muamalat ini juga terdapat dalam lembaga pendidikan sekalipun. Misalnya adalah seorang yang mendirikan lembaga pendidikan, dalam lembaga pendidikan seorang peserta dikenakan bea yang bisa dikategorikan sebagai jasa yang harus dibayarkan (akad ijarah), setelah menjadi peserta didik, lalu diberikan buku tetapi dia harus membayarnya (akad jual beli) dan pada even-event tertentu peserta didik diminta memberikan sumbangan wajib (akad infaq). Ini artinya bahwa yang dimaksud dengan bai’atain fii bai’atin bukanlah seperti yang dikatakan oleh orang-orang yang mengharamkan MLM, tetapi adalah seperti yang dijelaskan oleh para ulama ketika memberikan penjelasan tentang hadits tersebut.

 

Selain itu, keberadan member yang boleh memilih untuk menjadi penjual sekaligus merekrut anggota dan dia akan menerima bonus atas penjualan orang-orang yang direkrutnya adalah seperti seorang guru yang semula dia hanya memiliki sedikit siswa, maka seluruh siswa itu diajarnya sendiri. Setelah sekian lama dan banyakya siswanya maka dia tidak mampu mengajar seluruh siswanya sendirian, dia harus merekrut beberapa orang guru, kemudian uang yang dihimpun dari siswa akan dibagi sebagian untuk pengajar, sebagian untuk kepala sekolah dan staff. Sebagian lagi untuk pemilik atau pendiri lembaga tersebut, kecuali jika lembaga pendidikan itu adalah lembaga pendidikan agama yang biasanya tidak diniatkan untuk mencari untung. Dalam Lembaga pendidikan ketrampilan atau pendidikan umum, pendiri lembaga yang tidak ikut mengajar akan mendapat bagian keuntungan dari kegiatan tersebut, wallahu a’lam.

  1. 2.MLM Tidak menjual produk riil, atau produk yang dijual hanya merupakan kamuflase/ tdk ada hakikatnya.

Menurut saya tuduhan ini kurang tepat, dan terlalu gegabah dalam men-generalisir masalah. Kita harus membedakan MLM yang sebenarnya dengan money game, MLM yang resmi menurut peraturan Menteri Perdagangan harus menjual produk atau jasa. Banyak sekali produk-produk MLM yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan sangat bermanfaat. K-Link misalnya menjual OmegaSqua, sebuah produk yang sangat dibutuhkan oleh para penderita darah tinggi, stroke, kolesterol dll. Jika kita tanyakan kepada pakar/ ahli-ahli kesehatan semua akan menyatakan bahwa produk OmegaSqua merupakan produk yang sangat bermanfaat dan diperlukan oleh masyarakat.

Memang ada beberapa perusahaan yang mengklaim sebagai MLM namun sebenarnya mereka hanya menjalankan money game, mereka tidak menjual produk apapun. Sebagian mereka mengatakan menjual hak usaha, dan bagi saya seperti yang sudah saya tulis pada tulisan sebelumnya, kegiatan yang demikian ini tidak dapat dikatakan sebagai MLM, tetapi mereka hanya berkedok MLM, seperti para koruptor yang beragama Islam, kita tidak boleh menyalahkan agama Islam-nya. Tetapi mereka adalah seorang muslim namun tidak menjalankan ajaran agamanya, kesalahan terletak pada orang tersebut sebagai oknum, bukan pada Islamnya. Boleh jadi orang-orang itru berpura-pura sebagai muslim agar mendapatkan tempat di masyarakatnya. Dalam MLM mereka berpura-pura menjalankan bisnis MLM agar diterima oleh masyarakat padahal sebenarnya mereka bukanlah MLM.

 

Dengan demikian, tuduhan MLM haram karena tidak menjual produk riil, hanya dapat diterapkan kepada perusahaan tertentu dan tidak apat digeneralisir untuk semua peruahaan MLM.

Oleh karena itulah jika kita merujuk keada fatwa DSN MUI (Dewan syariah Nasional MUI)   No : 75/DSN MUI/VII/2009 maka ada 12 syarat MLM yang wajib dipenuhi agar dapat dikatakan sebagai MLM yang sesuai Syariah, 2 syarat utamanya adalah : Adanya obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa; dan kedua: Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;Memakan harta orang lain dengan bathil.

 

  1. 3.MLM terdapat unsur Gharar.

Untuk memahami makna gharar, ada baiknya pembaca membaca tulisan saya sebelumnya; saya telah meulis tentang beberapa hal yang dilarang dalam berbisnis, yaitu Maysir Gharar dan Riba. Gharar adalah ketidak jelasan atau penipuan.

Menurut pendapat saya, dalam bisnis konvensional yang hukum dasarnya halal, seperti jual beli konvensional/biasa misalnya, unsure gharar itu sering terjadi, namun tidak semua orang melakukan gharar dalam satu jenis akad yang sama. Contohnya adalah, dalam jual beli ada orang yang menjual buah-buahan namun tidak jelas ukurannya seperti yang dilakukan oleh sebagian petani dengan pedagang melalui system ijon/ borongan, pembeli dan penjual sama-sama tidak tahu secara pasti berapa banyak buah yg diperjual belikan.

Contoh lain adalah, kasus jual beli makanan di restaurant, banyak jual beli yang mengandung unsure gharar atau ketidak jelasan dalam harga. Ketika seseorang makan di restaurant, seringkali pembeli tidak mengetahui harga barang yang dibelinya, pembeli baru tahu harga makanan yg dibeli setelah selesai mengkonsumsinya, seringkali ada pembeli yg kaget/kecewa setelah tahu bahwa harganya cukup mahal, lebih mahal dari yg dia bayangkan. Ini termasuk unsure gharar.

Dengan gharar yg terjadi pada sebagian kasus, atau gharar dilakukan oleh sebagian orang, kita tidak bias semena-mena men-generalisir   bahwa semua jual beli itu haram, lalu kita mengatakan bahwa jual beli apapun bentukmya, konvensioanl maupun MLM, yang dilaksanakan oleh seorang muslim maupun non muslim adalah haram.

 

Saya setuju untuk berpendapat bahwa MLM yang melakukan gharar atau ketidak jelasan adalah haram,   tetapi tidak semua MLM melakukan gharar. Banyak MLM yang menjual produk-produk yang sangat jelas, produk yang diperjual belikannya jelas harganya, jelas ukuran/.takarannya. Memang, dari segi marketing plan banyak orang yang tidak dapat memahaminya secara baik, sehingga dia mengatakan marketing plan/ system pembagian bonusnya tidak jelas, padahal semuanya sudah dijelaskan dalam buku panduan, namun orang itu tidak mau membacanya atau tidak paham. Seperti halnya jual beli rumah secara konvensioanl, biasanya ada beberapa pasal yang dibaca dalam akte jual beli, namun tidak semua orang dapat memahami akte jual beli yang dibuatkan oleh notaris itu.

Tidak jauh berbeda ketika seseorang memasukkan anaknya ke suatu sekolah, biasanya sekolah memliki beberapa peraturan yg tertuang dalam tata tertib sekolah, akan tetapi banyak sekali orangtua yang tidak membaca tata tertib sekolah, sehingga ketika terjadi pelanggaran dia memprotes kepada sekolah.   Menurut saya ini bukanlah ketidak jelasan atau gharar dalam system MLM tetapi kemalasan pihak yang melakukan, lalu digeneralisir bahwa semua MLM adalah mengandung unsur gharar, sebagaimana saya tidak setuju jika sekolah yang demikian dianggap haram karena gharar. Bahkan kalau kita cermati di lembaga pendidikan Islam, banyak hal yang tidak jelas, misalnya berapa bea ujian. Saat seorang siswa masuk dia tidak tahu berapa beayanya, ketika sudah mulai belajar dan harus melaksanakan ujian ternyata sekolah mengenakakn beaya yang sangat mahal. Apakah ini juga dianggap sebagai ketidak jelasan yang menjadikan hukum sekolah itu haram secara keseluruhan??

sumber: http://www.stiualhikmah.ac.id/index.php/artikel-ilmiah/119-tiga-alasan-mengapa-mlm-diharamkan